Birrul Walidain dan Peran Dakwah


Boleh dikatakan hampir sebagian besar orang menyesal karena belum maksimal atau masih sangat sedikit baktinya kepada orang tuanya kala mereka sudah tiada. Sebabnya beragam. Ada yang belum sempat membalas setetes saja dari telaga kebaikan yang diberikan oleh orang tua kepadanya. Ada yang belum bisa mewujudkan harapan dan cita-cita orang tuanya. Ada pula yang merasa bahwa kebaikan yang diberikan kepada orang tua masih jauh lebih sedikit dibandingkan keburukan-keburukan yang ia berikan selama ini kepada mereka. Tak ayal, pengabaian anak kepada orang tua selama ini hingga tutup usianya meninggalkan kesedihan dan penyesalan yang mendalam dari hati sang anak. Maka dari itu, bagi Anda yang orang tuanya masih hidup, bersegeralah untuk melakukan apa saja yang menjadi angan-angan kebaikan dari mereka-mereka yang sudah ditinggalkan oleh orang tuanya sebelum Anda menjadi sama dengan mereka. Belum lagi aspek pahala dan ganjaran yang sangat besar yang Allah sediakan untuk sang anak jika mereka mampu berbuat ihsan (baca: baik) apatah lagi jika sang anak mendapati orang tuanya mencapai usia yang sangat tua. Demikian pula jika mereka berbuat yang sebaliknya.

Dengan fenomena diatas, menjadi hal yang sangat penting peran dakwah yang berkesinambungan di era milenial seperti sekarang ini. Iya, dakwah yang senantiasa mengingatkan kepada mereka yang lalai dan memberi tau kepada mereka yang belum tau. Dakwah yang menyerukan al-haq dengan pendekatan dimensi agama dan akhirat disamping pendekatan dengan dimensi humanisme, fitrah dan rasional. Sebab, harus diakui mengandalkan sisi humanisme saja dari sisi hubungan darah antara anak dan orang tua belumlah cukup untuk menjadikan si anak berbuat yang terbaik bagi orang tuanya. Ada dimensi agama dan akhirat yang perlu didakwahkan dengan memberikan kabar gembira kepada manusia jika ia mampu berbuat ihsan kepada orang tuanya. Demikian pula sebaliknya, ada peringatan yang keras jika mereka menyia-nyiakan kedua orang tuanya.

Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang anak abai terhadap kebaikan orang tua dan tidak berbuat ihsan kepadanya. Di antara banyak faktor tersebut, dua yang menjadi sorotan penulis. Pertama adalah kurangnya ilmu dan pemahaman akan besarnya hak orang tua yang musti ditunaikan oleh sang anak. Kedua, keterbatasan ekonomi orang tua dan pandangan si anak sering ke atas dari sisi duniawi. Banyak ayat atau hadits yang menyebutkan besarnya hak orang tua dari sang anak. Tidaklah Allah meletakkan hak orang tua yang sangat besar di sisi seorang anak kecuali karena besarnya pengorbanan dan kebaikan yang diberikan orang tua kepada sang anak. Maka, sudah semestinya sang anak berusaha semaksimal mungkin untuk membalas kebaikan yang diberikan orang tua kepadanya sungguhpun tidak akan mampu memenuhinya. Sekali lagi, jika anak tidak mengetahui besarnya hak orang tua dari si anak, maka jangan berharap si anak akan berbuat yang terbaik untuk kedua orang tuanya. Kemudian, keterbasan ekonomi orang tua dan seringnya si anak mendongak ke atas dari sisi duniawi juga tak kalah besar pengaruhnya dalam menjadikan si anak bersikap buruk ataupuk setidaknya abai terhadap kedua orang tuanya. Seringkali setan bermain cantik dalam wilayah ini. Himpitan ekonomi keluarga menjadikan si anak semakin tergerus rasa syukur dan qonaahnya. Alhasil, anak menjadi sering membandingkan kehidupan keluarganya dengan kehidupan orang lain yang di matanya lebih menyenangkan sehingga pada gilirannya anak kerap memberontak dan bersikap buruk terhadap kedua orang tuanya.

Oleh sebab itu, sekali lagi peran dakwah dalam berbagai metode di zaman sosial media seperti sekarang ini amat sangat diperlukan untuk menenggelamkan keburukan dan kejahatan yang selalu dipromosikan oleh manusia-manusia yang tak beranggung jawab. Sosial media yang menjadi tempat favorit tongkrongan online bagi para ABG, jangan sampai dipenuhi dengan narasi-narasi provokatif dan cenderung permisif yang jika ditonton atau dibaca oleh mereka, maka lambat laun akan membentuk atau mewarnai mindset mereka. Konten dakwah dengan varian metodenya mesti senantiasa diproduksi dan diperbanyak untuk mengalahkan hegemoni seruan dan promosi keburukan. Dakwah tak boleh terhenti, sebab promosi keburukan juga tak pernah berhenti. Dakwah yang memberikan peringatan disamping kabar gembira (bushro) akan senantiasa bermanfaat bagi mad’u (orang yang didakwahi) sebagaimana yang Allah nyatakan dalam surat di Alquran yang disunnahkan untuk dibaca pada rakaat pertama sholat Jumat. Allah berfirman fadzakkir, innafa’atidz dzikro (sebab itu berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat) (QS. Al-A’la: 9). Harapannya, semoga lahir generasi baru yang kuat imannya, luhur pekertinya dan senantiasa memuliakan kedua orangtuanya. Aamiin

By Taufiqur Rokhman Posted in Home

Leave a comment