Antara Nahi Munkar dan Mengorek-korek Kesalahan Orang


Terkadang atau bahkan seringnya antara mengoreksi kesalahan orang lain dan perintah amar makruf nahi munkar menjadi sangat bias. Maksudnya bagaimana? Kewajiban amar makruf nahi munkar dipandang menjadi sebuah perbuatan mengoreksi kesalahan  orang lain atau kelompok lain. Bahkan lebih dari itu, sampai kepada persepsi mencari cari aib orang lain atau kelompok lain. Persepsi seperti itu muncul memang bukan tanpa sebab. Tak sedikit orang yang bersemangat mengingkari kesalahan orang lain atau kelompok lain tidak mengindahkan aturan atau prosedur yang benar sebagaimana sudah digariskan dalam syariat. Pun demikian sebaliknya, munculnya persepsi tersebut, jangan lantas kemudian dijadikan sebagai sebuah justifikasi bahwa setiap pengingkaran suatu kesalahan atau perbuatan dosa itu auto disebut mengorek-korek kesalahan orang lain. Jelas ini juga keliru. Maka sepatutnya kita harus bijak mendudukkan persoalan ini.

Amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban dalam syariat agama kita yang mulia, yaitu Islam. Dalam setiap syariat yang Allah turunkan, pasti membawa maslahat yang besar baik bagi diri maupun bagi masyarakat. Sudah barang tentu, dalam syariat tersebut, Allah sudah menyertakan kaifiyat atau tata caranya. Maka, kewajiban kita sebagai objek yang dikenakan beban syariat (taqlif) adalah mengikuti sepenuhnya aturan dari syariat tersebut. Ketika hal itu dilanggar, maka bukan tujuan dari diturunkannya syariat tersebut yang tercapai, akan tetapi ditolaklah syariat itu oleh sebagian manusia. Oleh karena itu, secara garis besar, aturan dari amar makruf nahi munkar, atau jika kita spesifikan menjadi nahi munkar, memiliki beberapa kaidah atau prosedur yang umum berdasarkan referensi yang saya baca.

Pertama, jika pengingkaran sebuah kesalahan atau perbuatan dosa akan melahirkan perbuatan dosa yang lebih besar atau menimbukan kemudharatan yang lebih besar, maka dalam kondisi seperti itu, harus menahan diri dari mengingkari kesalahan tersebut. Tidaklah hal ini bisa dilakukan kecuali bersama ahli ilmu. Orang awam tidak akan mampu melihat dampak buruk atau efek domino yang ditimbulkan dari pengingkaran kesalahan atau perbuatan dosa. Kedua, jika sebuah kesalahan atau perbuatan dosa dilakukan secara sembunyi2, maka pengingkarannya juga dilakukan secara sembunyi2. Jangan diingkari sembunyi-sembunyi  namun setelah itu dibeberkan kesalahannya di ruang publik. Kecuali jika perbuatan dosa tersebut berkenaan dengan kemaslahatan orang banyak. Pun, jika ada seseorang yang melakukan kesalahan di ruang publik, maka jika masih memungkinkan, ingkarilah (baca,koreksi dan nasehati) secara empat mata. Harapannya, ia tidak malu dan dipermalukan dan ia bisa meralat kesalahannya supaya tidak ditiru oleh orang lain.

Ketiga, berdasarkan hadits nabi , jika tidak mampu mengingkari dengan tangannya, maka ingkarilah dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan lisannya, maka ingkarilah dengan hatinya. Tentu SOP yang diberikan oleh Nabi, menyimpan hikmah yang besar, dan ini berkenaan dengan kaidah atau aturan yang pertama tadi. Coba bayangkan, apa yang terjadi jika ada seorang anak kecil yang nekad mengingkari segerombolan preman yang tengah atau mau mabuk-mabukan  dipinggir jalan? Tentu akan mengancam nyawa anak kecil tersebut. Maka, yang mesti dilakukan oleh anak tersebut adalah mengingkari dalam hatinya bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan munkar yang dibenci Allah. Anak tersebut bisa melapor kepada RT setempat sehingga RT bersama warga dan polisi bisa menindak segerombolan preman tersebut. Keempat, orang yang hendak mengingkari kesalahan atau dosa, hendaknya betul2 paham bahwasanya perbuatan yang hendak diingkari tersebut adalah benar-benar perbuatan dosa atau faisyah baik yang terang benderang atau sudah jamak diketahui oleh semua orang bahwa perbuatan tersebut adalah memang perbuatan dosa maupun yang samar (hanya diketahui oleh ahli ilmunya)

Dari kaidah dan aturan nahi munkar tersebut, kita akhirnya paham, bahwasanya sebuah kesalahan terutama yang berkonsekuensi dosa, memang sudah seharusnya diingkari, dicegah dan dinasehati pelakunya agar di kemudian hari tidak diulang kembali entah karena ia khilaf atau memperturutkan hawa nafsu atau karena dia memang benar-benar tidak tau bahwa perbuatan tersebut terlarang dalam agama. Dengan mengikuti kaidah dan aturan yang sudah digariskan dalam agama, harapannya agar nahi munkar tidak dipersepsikan sebagai perbuatan mengorek-ngorek kesalahan orang lain yang akhirnya akan bermuara pada satu titik, tidak ada yang boleh menjustifikasi kesalahan orang lain selain Tuhan.

Leave a comment